Walking Dead: The Members of JKT48 ep.5
"Kita ke parkiran bawah, terus curi mobil buat keluar" Kataku sambil berlari menuju eskalator. Ini minggu pagi, tak banyak mobil atau orang di parkiran basement. Harusnya aman.
Nadila terdiam sebentar, melihat ke arah jalanan luar yg tenang namun mencurigakan. Ia lalu berlari menyusulku.
Aku sampai di lantai FB, tinggal turun satu eskalator lagi untuk ke parkiran basement P1. Selagi berlari, seorang zombie menerkamku dari samping. Tapi aku sudah siap. Berteriak, kuhantam kepalanya berkali-kali dengan palu. Pecahan darah dan kepingan tengkorak mewarnai tembok disampingku.
Aku baru akan turun eskalator lagi bersama Nadila, saat kudengar geraman sekumpulan zombie mendekat. Nadila menunjuk pada dua papan iklan besar di kanan dan kiri eskalator. Bersama, kami menjatuhkan papan itu dan membuat baikade di mulut eskalator. Sekuat tenaga aku menarik jatuh papan itu. Bunyi debam berat meyakinkan kami bahwa para zombie akan tertahan sementara.
Aku berlari menuruni eskalator, lalu membuka pintu kaca parkiran yg sudah retak. "DENA!" Panggilku. Namun parkiran sepi, dengan sebuah mobil yg sudah gosong dan masih terbakar api, dengan berbagai pecahan mobil berserak di jalanan parkiran.
Aku melihat ke segala tempat. Tak ada Dena atau kak Novinta. Yg bisa kulihat adalah seorang zombie terjepit pintu mobil yg terbakar. Zombie itu menggeliat, gosong terbakar api, berusaha meraihku. Matanya terkorek dan menguning, nanah mendidih diantara jilatan api.
Aku terdiam. Apa yg terjadi di sini? Nadila menahan pekiknya, melihat pecahan mobil berserakan, gosong dan berasap panas.
"Dena..." Suaraku lirih mencari. Perlahan bisa kudengar geraman zombie menggema dari kejauhan.
"SIL!" Suara Nadila yg terpekik panik, bikin aku berbalik, siap memukul dengan palu. Zombie?!
"Sisil... Kamu masih idup? Kamu masih idup!" Suara halus agak cempreng itu sangat kukenal, bicara dengan tangis tertahan. Kuperhatikan cewe dengan rambut pendeknya dan mata sipit itu berdiri berpelukan dengan Nadila, keduanya menahan tangis. Kak Viny masih hidup, dengan tubuh berkujur darah dan nanah.
"Kak Viny?!" Aku berlari memeluk Kak Viny. Kak Viny batuk sebentar, terpukul pelan palu yang kuselotip di tanganku. Aku mundur lalu tertawa gugup. Kak Viny tertawa kecil lalu memelukku lagi.
"KAK?!" Suaraku tiba-tiba bertanya agak membentak. "Kak Viny liat Dena sama Kak Novi ngga tadi? Di sini! Mereka bilang bakal mau ke sini."
"Dena?" Kak Viny menatapku heran. Aku bales menatap kak Viny, menunggu. Kak Viny lalu menggeleng.
"Dena kak," aku bertanya lagi.
"Sil, aku ga liat" Kak Viny meraih pundakku lalu menggeleng.
"DENA DI MANA KAK?"
"SIL!" Nadila membentakku. Aku melotot pada Nadila, yang mundur sedikit. "Sil... Dena ngga ada di sini..." Nadila bicara lagi, berusaha menenangkanku.
"VINY?!" Tiba-tiba terdengar suara nyaring agak cempreng namun kuat dari kejauhan. Aku melihat ke arah suara itu, pada kak Rona yang berlari dengan rambut terikat, membawa linggis bersibah darah hitam kental. Kak Rona berhenti sebentar melihatku dan Nadila.
"Kak Rona?" Suara Nadila bergetar. Aku tak bisa menahan tangis lagi.
Kak Rona berlari ke arah kami, lalu memeluk aku dan Nadila. Linggis itu ia jatuhkan, berdentang di atas lantai parkiran. "Sisil Nadila kalian ke mana aja aduh kalian selamat ya huaaahhh," Suara kak Rona penuh tangis, ia lalu tertawa gugup sambil mengusap air mata. "Aku sangka yg masih di FX cuma aku sama Viny, sisanya kabur sama kak Melody atau udah mat..." Suara kak Rona tertahan tangis.
"Jangan omongin mati, Ya Rona." Ujar Viny sambil mengusap punggung Rona.
Tiba-tiba aku tersadar sesuatu. "Kabur? Kak Melody? Kak Rona, Kakak liat Dena tau kak Novi di sini?" Tanyaku pada kak Rona.
"Dena? Kalo ga salah Dena tadi ikut kabur sama kak Melody. Aku gatau tapi Novi aku ga liat," Kata Kak Rona sambil mengambil Linggis dan menyeka darah dengan jaket. Kak Rona lalu mengikat jaketnya di pinggang. Lengan kak Rona terlihat penuh goresan. "Aku ga mau ngomongin member yg aku ga liat ya Sil. Aku ga mau bayangin mereka kenapa-kenapa."
"Kak Rona kegigit?!" Nadila panik melihat lengan rona yang penuh goresan.
"Bukan, ini kegores pas aku kabur lewat ventilasi angin sama Viny dan..." Suara Kak Rona terpotong. "Vin, kamu harus ikut aku sekarang." Ujar kak Rona
"Tapi aku belom nemu air minum atau senjata..." Tapi kalimat kak Viny terpotong kak Rona yang berlari pergi.
"Sisil Nadila juga ikut!" Ujar kak Rona. Bersama, aku Nadila kak Vinny berlari mengikuti kak Rona menuju ke pojokan dekat pintu keluar mobil. Setiap ada zombie, kak Rona membimbing kami untuk berjalan pelan, menunduk dan menghindar tatapan zombie, bersembunyi berlari kecil dibalik tiang dan mobil. Kusiapkan paluku, berjaga-jaga.
Kami sampai di pojokan tersebut, agak sepi dari zombie. Pintu keluar mobil terhalang dua mobil bertabrakan, dan satu pintu lagi terhalang pos karcis mobil yg roboh.
Kami berjalan pelan ke belakang sebuah mobil Honda Brio. Aku dan Nadila lalu kaget, terkejut dan menahan suara kami.
Seorang cowo kurus yg kukenali sebagai fans kak Viny tebaring di atas aspal, di sebelah mobil. Wajahnya pucat dan ia terus batuk darah. Seluruh tubuhnya pucat, dan bisa kulihat uratnya bengkak dan menghitam.
Ada bekas gigitan di pundaknya, dan daging di dekat lehernya agak terkoyak. Bekas gigitan itu menguning.
"Dia bentar lagi bakal keabisan darah kayaknya loh Vin..." Kak Rona bicara pelan pada Viny yg terdiam menatap fans itu.
"Kak..." Suara Viny tertahan, saat fans itu mengangkat tangannya pelan, dan menyodorkan sebuah kunci mobil. Viny terdiam, wajahnya pucat.
Aku mendengar suara keluar dibalik batuk darah fans itu. Kak Rona bergerak mendekati kepalanya yg pucat. Kamu semua mengikutinya. Viny paling belakang, pucat menahan tangis.
"Siapa ini kak?" Tanya Nadila pada kak Rona. Kak Rona berusaha menekan luka fans itu dengan sebuah lap kotor besar. "Fans Viny yg tadi nyelametin aku sama Viny, nunjukin cara kabur lewat ventilasi ke parkiran. Dia kegigit pas mau nutup ventilasi, tadi..." Ucap kak Rona.
"Viny..." Suara fans itu tidak jelas diantara batuk darah. Viny mendekatinya. "Ambil.. Kunci... Kabur..." Ujar fans itu tersedak darah.
Viny menjulurkan tangannya bergetar, namun menggeleng. "Itu mobil kamu kak. Kami ga akan tega..." Ujar Rona, sambil terus menekan luka fans itu.
"Aku gapunya keluarga... Gapunya... Temen..." Fans itu terus berusaha menelan darah. Konon, kamu bisa menelan segalon darah sebelum muntah tidak kuat. "Aku... Punya kamu Viny... Semangatku..." Suara fans itu melemah. Perlahan, air mata turun dari matanya, bercampur dengan darah dan debu. "Kamu selamat ya... Buat aku. Kamu harus selamat Viny. Kamu harus hidup. Harus..."
Fans itu mengerang kesakitan, dan kunci mobil jatuh dari tangannya. Viny mengambil pelan kunci itu lalu menggenggam tangan fans kurus itu. "Handshake terakhir," ucap Viny sambil tertawa sedikit dan menangis banyak.
Kak Rona mengambil kunci itu, mata kak Rona merah menahan tangis. Ia lalu masuk ke mobil dan menyalakannya.
Aku salaman sama fans itu, lalu Nadila. Sebelum kak Viny pergi, fans itu menahan kak Viny. Lalu dia berkata, "Viny, aku gamau... Jadi zombie. Aku ga mau... Tolong bunuh aku. Tolong... Lindes kepalaku pake mobil..."
Viny makin pucat. "Ngga kak... Aku..."
Fans itu lalu melirik kami, tepat saat Kak Rona keluar mobil. "Tolong... Aku gamau jadi zombie... Tolong lindes kepala aku... Bunuh aku sekarang..."
Viny melihat ke kami semua dengan panik. "Aku harus gimana?"
Kabur pergi sekarang, atau ngabulin keinginan terakhir fans ini sebelum mati?
BERSAMBUNG
-
Priscillia Sari Dewi +3 YIHII makasih yaa yg udah ikutan voting milih kelanjutan cerita! Semoga pada suka epifsode baru nih hehehe gimana gimana?
Yuk yg belom! Menurut kalian, kabulin permintaan terakhir fams yg kegigitbitu... Atau pergi aja? :(( Bantuin aku yaa!